Literasi Matematika

Literasi Matematika 
Oleh: Intan Hidayanti Nursalam


Literasi. Apa itu literasi? Angka. Apa itu angka?

Jika kita mendengar literasi, hal yang terbesit pastinya adalah sastra. Tulisan. Penulis. Membaca. Bahasa Indonesia. Namun, tahukah Anda jika angka yang merupakan simbol atau lambang dari bilangan juga dapat dikategorikan ke dalam literasi?


Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Literasi memerlukan kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre dan kultural.[1]

Angka, masuk ke dalam kategori bilangan yang umumnya sering ditemui dalam matematika. Matematika sendiri merupakan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Di dalam matematika, angka ini biasa ditemani simbol untuk prosedur pengoperasiannya.

 

Lantas, bagaimana hubungan keduanya dalam menilai kemampuan matematika di Indonesia?

Perhatikan wacana berikut:

Kemampuan matematika siswa/mahasiswa Indonesia tidak kalah dari negara lain yang dibuktikan dengan berhasilnya siswa/mahasiswa dalam mengikuti kompetisi matematika di tingkat Internasional. Pada tahun 2013, tim Indonesia berhasil meraih 1 medali emas, 1 perak, dan 4 perunggu dalam ajang International Mathematical Olympiad di Kolombia. Tahun 2016, Indonesia berhasil menyabet 4 medali emas, 8 medali perak dan 15 medali perunggu olimpiade matematika dalam ajang International Mathematics and Science  Olympiade (IMSO) for Primary School 2016, dan banyak lagi prestasi siswa Indonesia dalam ajang Internasional di bidang matematika. Di sisi lain, penilaian oleh Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012,  menyebutkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia secara umum berada di urutan 74 dari 75 negara/propinsi. Lebih jauh lagi, 42,3% siswa berada di bawah level 1; 33,4% siswa berada di level 1; 16,8% siswa berada di level 2; 5,7% siswa berada di level 3; 1,5% siswa berada di level 4; 0,3% siswa di level 5, dan tidak ada siswa yang berada di level 6 (kategori level 1-6 dilihat pada PISA hal. 24, lihatdi sini).[2]

Lalu, akan timbul di dalam benak kita, mengapa terjadi perbedaan hasil penilaian kemampuan matematika siswa Indonesia antara hasil Olimpiade Internasional dan penilaian PISA?

Sebuah kata yang terdengar asing, “literasi matematika” merupakan kunci jawabannya.

Hal ini, tentunya karena penilaian antara Olimpiade Matematika Internasional berbeda dengan Programme for International Student Assessment. Berikut akan saya bahas satu persatu:

1.      Olimpiade Matematika Internasional (OMI)

Olimpiade Matematika Internasional pertama kali diselenggarakan di Rumania pada tahun 1959. Terus berlangsung setiap tahun kecuali pada tahun 1980. Sekitar sembilan puluh negara mengirimkan timnya, yang terdiri atas (paling banyak) 6 siswa, dengan masing-masing (ditambah seorang pemimpin tim, satu wakil pemimpin tim, dan pengamat-pengamat) peserta berusia di bawah 20 tahun dan tidak boleh pernah menempuh pendidikan pasca sekolah menengah.

Di dalam olimpiade ini, Indonesia memang mampu menyabet beberapa medali. Contohnya, ketika tahun 2013, tim Indonesi berhasil meraih 1 medali emas, 1 perak, dan 4 perunggu. Kemudian di tahun 2016 menyabet 4 medali emas, 8 medali perak, dan 15 medali perunggu.

Penilaian OMI lebih membutuhkan kecakapan dan kemampuan matematika yang luar biasa. Peserta yang dapat berhasil tidak hanya sekadar membutuhkan pengetahuan matematika yang lebih tinggi dan pemecahan-pemecahannya yang singkat dan elegan. Melainkan, kemampuan yang luar biasa. Memahami setiap rumus dan menyelesaikan persoalan dalam waktu singkat dengan jawaban tepat. Bagaimana peserta mampu menjawab pertanyaan tanpa peduli implementasi matematika dalam  kehidupan sehari-hari.

Dari sabetan medali yang diterima, membuktikan bahwa kemampuan matematika Indonesia tidak kalah dengan negara lain.

2.      Programme for International Student Assessment (PISA)

Dalam survey OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), Indonesia mengikuti studi PISA sebanyak 5 kali selama tahun 2000-2012. Namun, sejak pertamakali keikutsertaannya, prestasi siswa-siswa Indonesia belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Pada tahun 2003-2009, hampir 80% siswa Indonesia hanya mampu mencapai di bawah garis level 2 dari 6 level soal yang diajukan. Level soal dalam PISA, berkaitan dengan kecakapan siswa dalam mengaitkan matematika dengan masalah sehari-hari.

Nah, itulah kunci yang sebelumnya saya bahas di awal. Di mana literasi matematika berperan dalam penilaian PISA.

Dengan istilah tersebut, bisa diketahui jika fokus PISA pada jumlah pengetahuan matematika anak usia di bawah 20 tahun mampu digunakan dalam berbagai konteks dan situasi. Level soal dalam PISA, berkaitan dengan kecakapan siswa dalam mengaitkan matematika dengan masalah sehari-hari.

Pada tahun 2012 Indonesia secara umum berada di urutan 74 dari 75 negara/propinsi. Lebih jauh lagi, 42,3% siswa berada di bawah level 1; 33,4% siswa berada di level 1; 16,8% siswa berada di level 2; 5,7% siswa berada di level 3; 1,5% siswa berada di level 4; 0,3% siswa di level 5, dan tidak ada siswa yang berada di level 6. (kategori level 1-6 dilihat pada PISA hal. 24, lihatdi sini).

Sebagaimana definisi literasi matematika menutut draft assessment framework PISA 2012, “Mathematical literasi is an individual’s capacity for formulate, emplay, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning tools to describe, explain, and predict phenomena. It assist indivisuals to recognise the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments anda secisions needed by contructive, engaged, and reflective citizens.

Dalam definisi tersebut, literasi matematika dikaitkan sebagai kemapuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan, atau memperkirakan kejadian.

Hal ini tentu saja membantu seseorang dalam memahami peran atau kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari. Sekaligus, menggunakannya untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat sebagai warga negara yang membangun, peduli, dan berpikir.

Dalam hal ini, Indonesia kurang optimal dalam menerapkan literasi matematika, sehingga tidak heran, penilaian dalam PISA justru berbanding terbalik dengan OMI.

Nah, setelah membahas satu persatu, sudah tahu, ‘kan? Mengapa penialain kemampuan matematika Indonesia antara PISA dan OMI berbeda?

LITERASI MATEMATIKA!


[1] Maulidi, “Pengertian Literasi dan Perkembangannya”, (www.kanalinfo.web.id/2016/11/pengertian-literasi-dan-perkembangannya.html, diakses tanggal 22 April 2017).
[2] Himmah, “UTS Pengembangan Kurikulum Matematika”, IAIN Salatiga: tidak diterbitkan.